Bukan sekali dua kali aku menyakiti perasaan Ayah dan Ibu. SERING, iya aku sering menyakiti perasaan mereka. Bukan sekali dua kali aku menyakiti perasaan laki-laki yang mendekatiku. SERING, iya aku sering menyakiti perasaan mereka. Aku sering menyakiti perasaan siapa saja yang ada didekatku. Ini adalah cerita yang aku angkat dari kisah nyata kehidupanku sendiri, yang sebenarnya aku masih sering menitikkan air mata saat mengingat apa lagi menceritakannya.
Ibu, ialah sosok yang baik, ramah, dan lembut. Ia merupakan
malaikat yang Tuhan kirimkan untukku, namun aku sering menyakitinya hingga
membuatnya menangis. Pernah suatu hari ibu ku menangis dan berlutut dihadapanku
sambil berkata “Ibu minta maaf nak jika ibu mempunyai salah”. Kata itu yang
masih teringat sampai saat ini. Betapa jahatnya perlakuanku terhadap ibu yang
mengandung dan melahirkanku sampai-sampai ia menangis dan berlutut di
hadapanku.
Ayahku 180 derajat berbeda dengan Ibuku. Ia merupakan sosok
yang gagah, keras, dan penuh kedisiplinan. Sejak kecil aku di didik dengan
keras. Aku selalu dimarahi jika tidak bisa mengerjakan PR atau jika bermain bersama teman-teman. Saat aku kecil ,
Ayah adalah sosok yang paling aku takuti. Tapi saat aku dewasa, takut itu
sirna. Saat Ayah memarahiku, aku juga bisa memarahi Ayah. Saat Ayah memasang
raut muka marah, aku juga bisa. Inilah aku, semakin dewasa semakin tak tahu
apa-apa. Tak tahu etika dan tak tahu sopan santun.
Hingga suatu hari, aku bertemu dengan sosok laki-laki yang
baik, bijaksana, dan pintar. Tapi ada hal yang paling aku sukai darinya,
“ketidak sempurnaan”. Ya, dia memang tidak sempurna secara fisik. Fisiknya tak
seperti laki-laki pada umumnya. Dia juga menderita penyakit yang terkenal
sangat mematikan. “Kanker”, dia menderita penyakit kanker darah yang
sebenarnya penyakit itu sudah di derita
sejak dia lahir. Walau demikian, aku tetap mencintainya. Biarlah fisiknya tak
sempurna, tapi hatinya sempurna. Entah apa yang membuat aku begitu sangat
mencintainya. Mungkin karna kepribadiannya yang sangat menghargai perempuan.
Aku sangat mencintai dia, aku sangat mencintai dan
menghargai perasaannya. Aku tak ingin sekalipun menyakiti perasaannya. Karna
jika sekali aku menyakiti perasaannya, aku merasa memiliki kesalahan yang
sangat besar. Tapi bagaimana dengan orang tuaku? Apakah saat itu aku menghargai
perasaan mereka? TIDAK! Apakah aku terlihat buruk? Ya, aku tahu aku memang
sangat buruk sebagai anak.
Dia, kekasihku, mengetahui semua tentang kehidupan
pribadiku. Tentang aku yang selalu menyakiti
perasaan orang tuaku. Yang dia katakana setiap hari adalah “kamu jangan
seperti itu sama orang tua kamu, kasihan mereka. Mereka selama ini berjuang
untuk kehidupanmu, untuk masa depanmu”. Dia selalu berusaha menyadarkanku bahwa
aku harus patuh dan jangan pernah menyakiti perasaan orang tuaku. Aku sadar
mereka selama ini berjuang keras untuk memenuhi kehidupanku. Ayahku yang
bekerja sebagai Kuli Bangunan dan Ibuku yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.
Terkadang aku kasihan dan aku sedih mengingat perjuangan Ayah, mengingat ketika
Ibu menangis, tapi aku merasa “gengsi” yang membuat aku tidak bisa dan tidak
mau untuk meminta maaf kepada mereka.
Dan tepat pada tanggal 12 Juni 2011, orang yang aku cintai, dia
harus masuk Rumah Sakit karna penyakit kankernya. Aku selalu menemani dia dan
selalu berdoa untuknya. Aku menangis karna aku takut terjadi sesuatu hal yang
sangat tidak aku inginkan. Dan tepat pula pada hari minggu 19 Juni 2011, orang yang
sangat aku cintai pergi untuk selamanya. Dia pergi dan tak akan pernah kembali
lagi.
Aku hanya bisa menangis, kenapa Tuhan? Kenapa kau ambil dia?
Kenapa kau tidak mengabulkan doaku? Kenapa kau mengambil orang yang sangat aku
cintai? Kembalikan dia Tuhan, aku mohon. Hanya itu yang bisa aku tanyakan
setiap hari.
Sebelum dia pergi, dia sempat mengatakan sesuatu kepadaku,
“Terimakasih sudah mencintaiku, tapi masih ada orang yang lebih membutuhkan
cinta ini. Cintai, sayangi, dan hargai mereka sebelum mereka pergi agar kamu
tidak menyesal. Dan jadilah perempuan sholehah yang selalu berada di jalan
Allah”. Itu adalah kalimat terakhir darinya. Aku mulai merenungkan arti dari
kalimat itu. Namun aku hanya bisa menangis karna aku sangat terpukul atas
kepergiannya.
Namun setelah beberapa hari kepergiannya, entah apa yang terjadi padaku, aku ingin menangis saat melihat wajah Ibu dan Ayahku. Apakah aku terlalu menyakiti perasaan mereka?. Dan saat itu pula aku mengingat kembali perkataan orang yang telah pergi untuk selamanya. Aku pun berkata pada diriku sendiri, “Ayah, Ibu, maafkan aku. Aku tidak ingin menyakiti kalian lagi, karna jika nanti kalian juga pergi selamanya, aku tidak bisa melakukan apa-apa dan pasti hanya ada penyesalan. Maafkan aku”.
Sejak saat itu, aku mulai menghargai perasaan orang tuaku.
Aku tidak lagi membuat mereka terluka dan aku tidak lagi memarahi mereka. Saat
mereka menyuruhku melakukan sesuatu yang positif, aku dengan senang hati
melakukannya. Dan setelah itu pula aku mulai memutuskan untuk menutup auratku,
aku memutuskan untuk berhijab.
Suci dan kuatnya cintaku untuk dia yang telah pergi dan
tulusnya cintanya kepadaku, mampu membuat hatiku yang keras seperti batu
berubah menjadi lembut. Tak hanya kepala yang aku hijabi, tapi hatiku juga.
Berkat dia, berkat orang bijaksana itu ^_^
Semua ini karna besarnya cinta, cinta yang diberikan Almarhum untukku, cinta
yang aku berikan untuknya, dan cinta yang diberikan orang tuaku kepadaku. Cinta
yang sampai kapanpun akan tetap utuh, utuh di dalam hatiku.
Terimakasih Ayah dan Ibu, kalian masih menyayangiku walau
aku sering menyakiti perasaan kalian. Dan terimakasih untuk dia yang di Syurga,
karna telah menyadarkan dimana aku harus melabuhkan cintaku, dimana letak cinta
yang sesungguhnya. Aku tidak akan pernah melupakanmu,sayang. Karna kau adalah
pintu dari keterpenjaraanku dalam kegelapan yang membelenggu selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar